Selasa, Agustus 07, 2007

The Reason ‘n Raise Writing


Mungkin, di antara anggota Dimazholics lainnya, cuma saya dengan alasan yang sangat-sangat subyektif kenapa saya menyukai Dimas. Tapi, bukan itu yang akan saya bahas dan tentu saja bukan itu yang kalian harapkan dari tulisan ini.

Dari alasan yang subyektif, mengantarkan saya ke gerbang obyektifitas. Karena kesubyektifan membuat saya tidak puas, maka saya terus mencari dan mencari hakikat kenapa seorang Dimas layak untuk disukai.

Terus terang, tidak ada yang membuat saya tergugah menyukai seorang pun peserta Indonesian Idol dari season 1-3 kemarin, kecuali Dimas di season 4 ini. Ini pasti si subyektif. Sementara, ternyata si obyektif lebih banyak saya ketahui belakangan.

Satu, suaranya mempunyai ciri khas. Sekali didengar, tipe suaranya akan langsung membekas dan kemudian gampang dikenali sebagai suara seorang Dimas. “Ala Dimas”, mengutip komentar Indra Lesmana setelah dia menyanyikan Cerita Lalu, di malam spektakuler terakhir yang dia ikuti, sebagai 6 besar Indonesian Idol. Indra Lesmana tidak mempermasalahkan kecocokan lagu ini bagi suara berpita tipis, seperti halnya juga pendapat Titi DJ, karena itu tadi, Dimas membawakannya ‘Ala Dimas’ sehingga masih saja enak untuk dinikmati.

Dua, dia berusaha dan terbukti bisa membawakan lagu dalam genre apa pun. Saya pikir, dia hanya mampu berlari di aliran musik rock, asal-muasal seorang Dimas. Tapi, dugaan saya terbantahkan setelah mendengar Cinta, Tentang Kita, dan Cerita Lalu yang masing-masing dipopulerkan oleh Krisdayanti-Melly Goeslaw, Kla Project, dan Bunglon. Bahkan saat Road Show Indonesian Idol di Bandung, tanggal 4 Agustus kemarin, berempat dengan Marsya, Fandy, dan Priska, Dimas membawakan dengan ceria lagu Dubidubae milik Gita Gutawa. Penonton, khususnya pecinta Dimas, boleh kecewa atas lagu yang dipilihkan untuknya itu. Tapi, tak bisa dipungkiri, itu memperkuat dan membuktikan kemampuannya bernyanyi. Dan harapan terbesar saya, itu bisa memperluas lagi, lebih dan lebih, kalangan peminat Dimas.

Tiga, faktor x yang dia punya. Dari wild card yang mengantarkannya masuk ke panggung spektakuler, dari posisi bottom three yang lima kali dia masuki, dari hinaan dan cercaan orang-orang yang tak ‘cocok’ dengan suara dan gayanya. Dia tetap eksis dan itu ditunjukkan lewat posisi yang diraihnya di Indonesian Idol 4 ini, berkat perkembangan olah vokalnya. Penggemarnya ada dan akan terus bertambah, berkat sikapnya. Kebaikannya, terpancar lewat mata saat dia menyanyi.

Setelah membaca tiga poin di atas, saya jadi ragu sendiri. Apakah mereka masih si obyektif, atau sudah bergabung bersama si subyektif sekarang? Entahlah…

Kalau boleh diibaratkan, Dimas serupa nasibnya dengan Sanjaya Malakar di American Idol 5. Underdog yang mampu membalikan posisi, seseorang yang tadinya dipandang sebelah mata, from zero to hero, tapi pelan dan pasti merambati puncak kesuksesan. Dalam wawancara-wawancara radio di sana, berdasarkan info seorang teman di Dimazholics, Sanjaya Malakar adalah orang yang banyak ditanyai selain Jordyn dan Blake tentunya. Yah... mau bagaimana lagi, ya, Dim… begitulah kalau bakat dan aura populer sudah melekat di dirimu, hehehe…

So… buat penggemar Dimas, yang percaya bahwa Dimas akan punya nama besar kelak, kita harus tetap percaya dan terus memberikan dukungan penuh buat Dimas. Untuk Dimas, tetaplah optimis dan tersenyum, karena Indonesian Idol hanyalah langkah awal memasuki dunia musik lebih jauh, halangan dan rintangan sekarang harus mampu kamu lalui dengan pandangan ke depan dan mimpi yang jangan sekali pun kamu lepas, sebab kamu tidak berakhir di sini…


===== Ditulis oleh : Fida =====

Tidak ada komentar: